SPIRITUALITAS GERAKAN ASAK
Gerakan ASAK mulai diluncurkan bulan Juli 2007 di Paroki Bojong Indah, Santo Thomas Rasul. Pada bulan Februari 2011, gerakan ini mulai diperkenalkan di depan para utusan penggerak SSP/SPSE/Pan. APP Paroki dan pertemuan Pastores se-KAJ. Sampai bulan Oktober 2014, gerakan ASAK sudah dijalankan oleh 34 dari 63 paroki di KAJ. Enam paroki lagi sedang mempersiapkan diri untuk launching gerakan ASAK dalam tahun 2014 ini yaitu Paroki Rawamangun, Pademangan, Cilangkap, Kutabumi dan Pulo Gebang. Dalam kurun waktu 2007-2014 kita peroleh data pada bulan Oktober 2014 bahwa ada begitu banyak orang terlibat dalam gerakan ini: 3.036 anak santun, 2.187 penyantun, dan sekian banyak anggota tim penggerak ASAK dan donator dalam aneka skala yang tidak rutin menjadi penyantun. Kalau masing-masing paroki memiliki rata-rata 15 orang awam yang menjadi tim inti penggerak ASAK, sudah ada 15 x 34 paroki atau 510 orang penggerak. Itu belum dihitung para imam dan para penggerak di Lingkungan, orang tua anak-anak itu sendiri. Gerakan kasih ini sekaligus menjadi gerakan pelayanan yang luar biasa. Apalagi kalau mengingat bahwa dari anak santun itu ada 260 anak kuliah dan 13 anak calon imam! Bukankah ini berkah Allah yang besar yang harus kita syukuri? Dalam kurun waktu 3-4 tahun ke depan, kita membantu menghasilkan lebih dari 200 sarjana. Siapa tahu dari antara mereka ada yang akan menjadi doktor? Atau menjadi pemimpin bangsa di berbagai bidang, entah ekonomi, sosial, politik. Tidak mustahil ada yang menjadi anggota parlemen atau Komisi Nasional Pemberantasan Korupsi, Komisi Kejaksaan atau komisi nasional yang lain suatu saat.
Dalam rangka gerakan ASAK ini, saya masih ingat kisah seorang bapak penyantun di sebuah paroki yang menceritakan pada para anak asuh bahwa dirinya dulu adalah anak santun. Dahulu dia tinggal dalam keluarga miskin di Sumatra, tinggal dalam rumah atap daun rumbia yang bocor kalau hujan. Dia dikirim ke Panti Asuhan Vincentius, Jakarta. Karena ketekunannya, dia akhirnya sukses dalam belajar dan berkreasi serta berusaha. Kini dia memiliki peternakan ratusan sapi perah yang memberdayakan dan mempekerjakan banyak petani di sekitar Sukabumi. Pun saat ini, dia memiliki peternakan ratusan sapi potong di Sumatra. Dengan bersemangat dia bersedia membiayai kebutuhan beberapa anak santun di parokinya. Kalau ditangani dengan baik gerakan anak santun bisa menghasilkan orang yang murah hati, pemimpin yang berhasil, pengusaha yang memberdayakan banyak orang miskin untuk ikut serta menikmati keberhasilannya!
Saya memiliki seorang teman yang dibiayai sekolahnya oleh pastor paroki. Berkat bantuan dan bimbingan di pastoran, setelah lulus SMA dia berniat masuk Seminari Mertoyudan, Magelang. Setelah satu tahun, dia memutuskan mau masuk menjadi imam anggota Serikat Yesus. Dia belajar teologi di Roma. Setelah ditahbiskan menjadi imam, dia melayani para pengungsi. Bertahun-tahun dia membantu menyelamatkan nyawa orang. Sampai sekarang dia terus bertugas membantu para korban bencana dengan menjabat sebagai pimpinan lembaga Gereja se-Indonesia. Menyantuni anak dengan cinta dan pelayanan dapat menghasilkan pemimpin yang cerdas dan murah hati, memberikan diri sehabis-habisnya. Kadang sampai sakit berkepanjangan, seperti Yesus sendiri.
Dalam konteks Jakarta, gerakan ASAK tidak saya sebut sebagai sekedar gerakan karitatif. Gerakan ASAK adalah gerakan karitatif sekaligus pemberdayaan jangka panjang. Dalam jangka panjang, bertahun-tahun kita memberdayakan seorang anak atau mahasiswa untuk bisa mandiri sampai pada gilirannya bisa makin mencintai keluarga dan melayani sesamanya, melayani Gereja dan bangsanya, melayani dengan tulus ikhlas dan senyum cinta. Darimana orang seperti bapak lulusan panti asuhan Vincentius, pastor yang melayani para pengungsi, anak-anak santun kita belajar? Tentu pertama-tama mereka belajar dari orang tua mereka atau dengan siapa mereka tinggal. Mereka belajar dari para guru yang mendidik mereka, tetangga di sekitarnya, pastor yang membimbing, atau para pengasuh panti asuhan. Dalam hal gerakan ASAK, para anak santun belajar mencintai dan melayani sesama dari para penggerak ASAK atau para pengasuh ASAK. Perkataan, perlakuan, tindakan, sikap baik yang ditunjukkan para penggerak atau pengasuh ASAK bisa sangat menentukan perilaku, tutur kata, tindakan dan sikap hidup mereka nanti. Kalau kita ingin membentuk para anak santun menjadi orang yang penuh cinta dan suka melayani, mari kita lanjutkan gerakan ASAK dengan memberi contoh pada para anak santun dalam kerja-kerja ASAK: dilakukan penuh cinta dan semangat suka melayani. Itulah artinya digerakkan oleh Roh Kudus, roh cinta kasih dan semangat pelayanan. Itulah spiritualitas gerakan ASAK.
Kita percaya bahwa Roh Kudus yang berperan menggerakkan Pak Yanto dan kawan-kawan semua sampai bisa membuat 32 paroki bergerak melayani dengan murah hati dan penuh cinta. Kita berharap pada gilirannya, gerak Roh Kudus ini akan menjangkau semua paroki dan stasi di KAJ. Saya ingat bapak Uskup dalam salah satu homili launching ASAK di suatu paroki mengatakan, “Saya berharap virus ASAK ini terus menular ke paroki-paroki di KAJ, sehingga akhirnya semua paroki di KAJ ikut dalam gerakan ASAK. Sampai kapan itu akan terjadi? Mungkin sampai akhir jaman.” Demikian kira-kira beliau menyampaikan. Ungkapan Mgr. Ignatius Suharyo itu menunjukkan apresiasi pada gerakan ini sekaligus harapan ke depan agar semua anak miskin bisa mendapat pendidikan yang baik, di semua paroki KAJ. Mari kita bantu agar harapan itu terwujud sebelum akhir jaman. Dalam 3 tahun ini sudah 32 paroki ikut serta. Siapa tahu karena semangat kita dan kobaran Roh Kudus membuat 4 tahun lagi seluruh paroki KAJ terlibat?
Anak-anak santun memang bukan anak biologis kita. Namun anak-anak santun adalah anak-anak Bapa Surgawi yang dipercayakan pengasuhannya pada kita semua. Kita harus mendampinginya dengan semangat penuh cinta dan pelayanan murah hati. Sama seperti sikap Puteri Firaun yang dengan penuh belas kasihan mengangkat Musa menjadi anaknya walaupun memang tetap ibu kandung yang menyusui. Dia dididik, diasuh di istana. Setelah besar, akhirnya dia menjadi tokoh besar, tokoh pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Kita juga bisa belajar dari Santo Yusup suami Maria. Dia tahu persis bahwa Yesus bukan anak biologisnya, bukan anak dari benih dirinya, namun dia meyakini bahwa Yesus adalah anak yang dipercayakan Allah padanya. Yusup mencintai dan melayani Maria yang mengandung Yesus. Ketika terancam bahaya, Yusup mengungsikan anak yang bukan anak biologisnya itu. Dia didik dengan baik berbagai ketrampilan perkayuan dan pertanian sehingga Yesus menjadi anak yang pintar. Bahkan pada umur muda Yesus sudah bisa berdiskusi dengan para ahli kitab. Yusup tidak sia-sia mendidik Yesus. Akhirnya Yesus menjadi berkat bagi seluruh umat manusia. Yesus menjadi tokoh besar, lebih besar dari Musa. Yesus menjadi tokoh pembebas dari dosa umat manusia.
Selamat pada para perintis dan penggerak ASAK, para pastor paroki yang bersemangat menggerakkan ASAK di paroki, para penyantun yang murah hati. Selamat terus membarakan semangat Roh Kudus yang menggerakkan kita semua mencintai dan melayani sesama. Selamat belajar giat para anak santun, seminaris, para mahasiswa yang didampingi dan dilayani dalam gerakan ASAK. Anak-anak santun atau anak-anak angkat bisa menjadi tokoh-tokoh besar di masa depan, seperti Yesus, seperti Musa, dan banyak tokoh dalam Gereja dan bangsa kita yang menjadi besar karena dikasihi dan dilayani.
Romo Yusup Edi Mulyono, SJ
Ketua Komisi PSE KAJ