Ibu Jenny sedang sibuk mencuci ember plastik besar di depan rumah kontrakannya yang beruku¬ran 3×8 meter. Setiap hari Bu Jenny berdagang nasi dan lauk pauk kelilinguntuk para pekerja bangunan di seki¬tar wilayah Paroki Tomang. Hasil usa¬hanya inilah yang menopang hidup suami dan kedua anaknya. Suami Bu Jenny, yang juga umat Gereja MBK, telah 3 tahun buta total, karena kata¬rak yang dideritanya terlambat diope-rasi. Gido, putra sulungnya, saat ini berada di Semester 2 Institut Bisnis Kalbe, sedangkan Djon, putra ked¬uanya berada di PA Bakti Luhur. Ia bersekolah di sana karena menderita cacat mental.

 

Bagi Ibu Jenny, adanya program ASAK merupakan anugerah yang memberi harapan bagi dirinya dan suami, akan masa depan anak-anaknya. Ia bersyukur, kedua putranya dapat memperoleh kesempatan ikut serta sebagai Anak Santun dalam program ASAK-MBK.

 

Lain lagi cerita dari Mas Djoko dan Mbak Ningsih. Pasangan ini dikaruniai 4 orang putra-putri, dua putra pertamanya kembar, dan dua putrinya masih balita. Putra kembarnya harus bersekolah di Tri Asih, karena beberapa masalah. Program ASAK telah membantu kedua putranya ini hingga dapat diterima dan belajar di sana; “ah…Mas, kalau tidak ada program ASAK, kami tidak tahu apa yang harus kami buat. Apalagi mengharapkan untuk bisa bersekolah, membayangkan bertemu Bruder saja, kami tak sanggup!” Demikian ungkapan kelu¬arga ini, ketika ASAK berkunjung ke rumah kontrakan mereka yang beru¬kuran 2×5 meter.

 

Melakukan mediasi, upaya mencarikan pendidikan alternative ataupun mencari informasi untuk peluang-peluang belajar lain yang lebih tepat bagi anak-anak ini, merupakan bagian dari kegiatan ASAK. Menyiapkan dana pendidikan adalah satu hal; namun kami juga berupaya melibatkan banyak pihak untuk peduli dan ikut serta melayani saudara-saudari kita untuk dapat memperoleh pendidikan yang baik dan membangun masa depannya secara mandiri.

 

Tim ASAK-MBK juga bersyukur karena dapat mengenal umat MBK ser-ta ikut berperan-serta memelihara iman kristiani bersama Gereja. Lina akhirnya terdaftar sebagai siswa SMP Sang Timur. Ia berhasil masuk, nyaris tanpa Tes, karena memang nilai-nilaidan prestasi di SD-nya sangat baik. Pak James sudah pasrah untuk menyekolahkan anaknya di SMP Negeri, karena ia bekerja sebagai sopir keluarga dan Nina, istrinya bekerja sebagai buruh cuci, tidak akan sanggup membiayai anaknya bersekolah di sekolahKatolik.

 

Inilah sekelumit kisah-kisah di sekitar karya ASAK (Ayo Sekolah-Ayo Kuliah) Gereja MBK. Banyak putra-pu-tri kita yang masih menanti kesempa¬tannya masing-masing. Kadangkala, dengan kontribusi yang “tidak terlam¬pau memberatkan” untuk kita, ternya¬ta dapat membuka cakrawala baru dan cerah bagi sesama kita.

 

Mari berbagi bersama Program ASAK-MBK. Bersama-sama kita wujud¬kan persaudaraan iman sejati dengan semakin berbela rasa.

 

Seluruh cerita di atas adalah nyata;
namun untuk tulisan ini nama-nama kami samarkan.

 

Ditulis oleh J. Hariadi Widiarta (3 Mei 2012)